Eika dalam Yunani selalu mempertanyakan hidup yang baik dan bagaimana manusia mencapai hidup sebaik mungkin. Ketika muncul suatu pertanyaan apakah hidup yang baik bagi manusia? Aristoteles kemudian menjawab bahwa suatu kehidupan akan semakin berkualitas dan semakin baik apabila seseorang semakin mencapai apa yang menjadi tujuannya. Karena dengan tercapainya suatu tujuan hidup, maka ia mencapai dirinya dengan artian sepenuhnya. Jadi intinya adalah “tujuan manusia”.
Selanjutnya timbullah pertanyaan tentang apakah tujuan hidup manusia? Kemudian Aristoteles menjawab, apa pun yang dilakukan manusia demi sesuatu yang baik, demi suatu nilai, maka nilai itulah yang menjadi tujuannya. Namun tujuan ini terbagi menjadi dua macam. Ada yang dicari demi suatu tujuan yang lebih jauh dan ada yang dicari demi dirinya sendiri. Semisal uang, dicari bukanlah untuk dirinya sendiri, tetapi uang merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih jauh, misalnya untuk biaya pernikahan.
Namun ketahuilah bahwa tujuan-tujuan semuanya itu hanyalah sementara, dan bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Lantas sebenernya apa yang kita cari demi dirinya sendiri? Aristoteles bersama filsuf Yunani lainnya sepakat menjawab itulah KEBAHAGIAAN (eudaimonia). Kebahagiaan merupakan tujuan terakhir manusia dan inti dari kehidupan manusia. Sebab ketika manusia sudah bahagia maka tidak memerlukan apa-apa lagi. Dan di lain sisi apabila seseorang sudah bahagia, tidak masuk akal kenapa seseorang masih mencari-cari sesuatu yang lainnya lagi. Kebahagiaan seperti itulah yang baik pada dirinya sendiri dan suatu kebahagiaan dikatakan bernilai apabila demi dirinya sendiri bukan suatu nilai yang lebih tinggi lainnya.
Dengan mengetahui seperti yang telah disebutkan di atas belumlah cukup. Jusrtu jika mulai maka akan menimbulkan pertanyaan lagi. Hidup seperti apa yang membuat manusia bahagia? Dalam hal semacam ini terdapat banyak pendapat. Namun, Aristoteles melakukan riset dengan memulai suatu pertanyaan: cara hidup mana yang membuat kita bahagia?
Suatu pandangan yang lazim ditemukan ialah menyamakan hidup yang baik dengan adanya kekayaan. Sehingga seseorang akan mengumpulkan harta sebanyak mungkin karena kekayaan dianggap menjamin adanya kebahagiaan. Kita dapat menilai pandangan yang demikian dengan pandangan pragmatis dan Aristoteles menolak pandangan semacam ini. Karena sudah jelas bahwa kekayaan bukanlah tujuan pada dirinya sendiri, namun semata-mata untuk mencapai tujuan yang lebih jauh. Selain itu secara empiris telah terbukti bahwa kekayaan tidak menjamin adanya kebahagiaan.
Anggapan lain mengatakan bahwa yang paling membahagiakan ialah kehormatan. Hal ini seperti yang terbesit dalam pandangan para bangsawan. Namun Aristoteles tidak sepakat, sebab seseorang dihormati itu bukanlah nilai yang paling tinggi. Tetapi seseorang pantas dihormati itu karena ia merupakan manusia utama dan memiliki keutamaan. Jadi kehormatan bukanlah tujuan akhir melainkan suatu alasan mengapa manusia dihormati.
Kesalahan diatas disebabkan karena bukanlah hal yang mendasar dalam dirinya sendiri. Kekayaan merupakan sarana untuk yang lebih jauh. Sedangkan kehormatan hanyalah soal kualitas seseorang yang terhormat yang mendahuluinya. Menurut Aristoteles kepuasan yang ada pada dirinya sendiri ialah hidup yang mencari nikmat, hidup praktis atau politis, dan hidup sebagai seorang filsuf dan hidup kontemplatis.
Bismillah
Assalamu’alaikum ,,,
Terima kasih atas jawabannya,,