Pengertian Filsafat Islam
a. Arti Filsafat
Dalam buku A. Mustofa yang berjudul Filsafat Islam, beliau meninjau istilah filsafat islam dari dua segi yaitu:
- Segi semantik: filsafat diambil dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang berarti philos= cinta, dan sophia = pengetahuan. Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher, dalam bahasa Arabnya failasuf. Pecinta pengetahuan ialah orang yang mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
- Segi prakis: dilihat dari pengertian praktisnya filsafat berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berfikir. Namun tida semuanya berfikir adalah berfilsafat. Yang dimaksud berfilsafat disini ialah berfikir secra mendalam serta sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa setiap manusia berfikir, akan tetapi secara umum semboyan itu tida benar, sebab tidak semua manusia yang berfikir adalah filosof.
Filsuf hanyalah seseorang yang berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Filsafat adalah hasil akal seseorang yang mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh- sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.[1]
Karena luasnya pembahasan filsafat maka muncul beberapa pandangan ataupu pengertian filsafat sendiri dari beberapa tokoh baik di Barat maupun di timur yaitu:
- Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada yakni ilmu pengetahuan yang berusaha berniat mencapai kebenaran yang asli.
- Aristoteles mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang didalamnya meliputi metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
- Al-farabi filsuf muslim terbesar sebelum Ibnu Sina mengatakan: filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
- Immanuel Kant mengatakan bahwa filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup didalamnya empat persoalan yaitu:
- Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika).
- Apa yang boleh kita kerjakan? ( dijawab oleh etika).
- Sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh agama)
- Apakah yang dinamakan manusia? (dijawab oleh antropologi).[2]
b. Filsafat dalam Islam
Dalam Islam berdasaran al-Qur’an dan hadis didalamnya digunakan dengan istilah hikmah. Para pemikir Islam dari berbagai madzhab mencoba mendefinisikan makna hikmah dan filsafat, yaitu suatu istilah yang masuk ke dalam bahasa Arab melalui usaha penerjemah teks Yunani yang dilakukan pada abad ke-2 H / ke-8 M dan ke-3 H/ ke-9 M. Di sepanjang sejarah Islam, makna tentang filsafat islam ataupun istilah yang digunakan banyak menimbulkan perdebatan. Istilah yang menimbulkan perdebatan besar adalah hikmah, yang diklaim baik oleh kaum sufi, mutakalimun maupun filososf. Kesemuanya menyebut hadis seperti “Mencari hikmah itu wajib atas kalian dan kebaikan itu terkandung di dalam hikmah.”
Para filosof muslim memikirkan benar definisi-definisi tentang filsafat yang mereka warisi dari sumber-sumber kuno yang mereka pelajari dan kemudian diidentifikasi dengan istilah dalam al-Quran yakni hikmah, karena mereka percaya asal-usul hikmah bersifat Illahi. Filosof islam pertama Al-Kindi menulis dalam Fi Al-Falsafah Al-Ula, filsafat adalah pengetahuan tentang realitas yang mungkin bagi manusia, karena tujuan puncak filosof dalam pengetahuan teoritis adalah untuk memperoleh kebenaran dan dalam pengetahuan praktis untuk berperilaku sesuai dengan kebenaran.[3]
Ibnu Sina dalam karyanya Uyun Al-Hikmah berkata “Al-Hikmah yang baginya sama seperti filsafat dengan maksud usaha untuk mencapai kesempurnaan jiwa melalui konseptualisasi atas segala hal dan pembenaran realitas-realitas teoritis dan praktis berdasarkan ukuran kemampuan manusia.
Mulyadhi Kartanegara dalam bukunya yang berjudul Gerbang Kearifan, beliau menuliskan beberapa pandangan sarjana tentang istilah filsafat Islam. Ada yang megatakan bahwa Islam tidak pernah dan bisa memiliki filsafat yang independen. Adapun filsafat yang dikembangkan oleh para filosof Muslim adalah pada dasarnya filsafat Yunani, bukan filsafat Islam. Ada lagi yang mengatakan bahwa nama yang tepat untuk itu adalah filsafat Muslim, karena yang terjadi adalah filsafat Yunani yang kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para filosof Muslim. Beliau sendiri cenderung pada sebutan filsafat Islam (Islamic philosophy), dengan setidaknya 3 alasan :
- Ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia Islam, Islam telah mengembangkan sistem teologi yang menekankan keesaan Tuhan dan syari’ah, yang menjadi pedoman bagi siapapun. Begitu dominannya Pandangan tauhid dan syari’ah ini, sehingga tidak ada suatu sistem apapun, termasuk filsafat, dapat diterima kecuali sesuai dengan ajaran pokok Islam tersebut dan pandangan syari’ah yang bersandar pada ajaran tauhid. Oleh karena itu ketika memperkenalkan filsafat Yunani ke dunia Islam, para filosof Muslim selalu memperhatikan kecocokannya dengan pandangan fundamental Islam tersebut, sehingga disadari atau tidak, telah terjadi pengislaman filsafat oleh para filosof Muslim.
- Sebagai pemikir Islam, para filosof Muslim adalah pemerhati filsafat asing yang kritis. Ketika dirasa ada kekurangan yang diderita oleh filsafat Yunani misalanya, maka tanpa ragu-ragu mereka mengkritiknya secara mendasar. Misalnya, seperti Ibnu Sina yang tergolong filosof Paripatetik, namun ia tidak segan-segan mengkritik pandangan Aristoteles, kalau dirasa tidak sesuai maka ia menggantikannnya dengan yang lebih baik.
Beberapa tokoh lainnya seperti Suhrawardi, Umar Sahlan al-Sawi dan Ibn Taymiyyah, juga mengkritik sistem logika Aristotetles. Sementara al-‘Amiri mengkritik dengan pedas pandangan Empedokles tentang jiwa, karena dianggap tidak sesuai dengan pandangan Islam.
- Adanya perkembangan yang unik dalam filsafat Islam, akibat dari interaksi antara Islam, sebagai agama, dan filsafat Yunani. Akibatnya para filosof Muslim mengembangkan beberapa isu terkait filsafat yang tidak pernah dikembangkan oleh para filosof Yunani sebelumnya, seperti filsafat kenabian dll.
KESIMPULAN
Islam telah berhasil membentuk filsafat yang tidak bertentangan dan sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam sendiri yang mana nama Al-Kindi muncul sebagai filosof Islam pertama yang berusaha mempertemuan antara filsafat dan agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya. Dan agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Terkait pendefinisian filsafat Islam masih menjadi perdebatan di antara tokoh namun dari sekian istilah dapat diambil kesimpulan bahwa Filsuf hanyalah seseorang yang berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Filsafat adalah hasil akal seseorang yang mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
[1] A. Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 9
[2] Abubakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam (Jakarta: c.v. Ramdhani, Sala, 1982), hlm. 9
[3] Sayyed Hossein Nasr, Oliver Leaman, Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam (terjemahan), (Bandung: MMU, 2003), hlm 29-31
[4] A. Khudori Soleh, Filsafat Islam (Jogjakarta: Ar-Ruz Media), hlm, 87.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1996
Sudarsono, Ilmu Filsafat – Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta, 2001
Soleh, A. Khudori, Filsafat Islam, Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2012
Mustofa, A, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia,1997
Leman, Oliver, Filsafat Islam Sebuah Pendekatan Tematis, Bandung: Mizan, 2002
Aceh, Abubakar, Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: c.v. Ramdhani, Sala, 1982
Nasr, Sayyed Hossein dan Oliver Leaman, Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam (terjemahan), Bandung: MMU, 2003
Filsafat sebagai suatu cara berada manusia sebetulnya tidak direduksi ke dalam definisi2 tertentu..