Pendahuluan
Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia mempunyai hubungan antara ilmu satu dengan yang lainnya, sebagian dari ilmu merupakan pokok utama bagi ilmu lainnya, yaitu nilai suatu kebenaran dari ilmu adalah tergantung pada ilmu tertentu, dan dengan ini kemudian dapat digolongkan sebagai pengetahuan dasar. Dasar dari semua ilmu empirik adalah prinsip kaidah yang menjadi pokok pembahasan dalam filsafat, sedangkan filsafat merupakan dasar bagi ilmu-ilmu empirik. Selain itu, ilmu logika merupakan alat berpikir manusia. Dalam filsafat diletakan sebagai dasar serta dalam setiap ilmu- ilmu yang lain, maka dari itu bisa dijadikannya sebagai dasar dari seluruh pengetahuan manusia.
Epistemologi mengkaji seluruh tolak ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang dikaji secara jelas, dan merupakan dasar dari semua ilmu dan pengetahuan. meskipun ilmu logika memiliki kesamaan dengan epistemologi, tetapi, ilmu logika merupakan ilmu tentang cara berpikir dan berargumentasi yang benar. Dalam abad sebelumnya, epistemologi bukanlah suatu ilmu yang dikategorikan sebagai disiplin ilmu tertentu. Akan tetapi khususnya di barat, epistemologi diposisikan sebagai salah satu disiplin ilmu.
Latar belakang
Latar belakang munculnya pembahasan epistemologi adalah karena pada sebelumnya para pemikir melihat bahwa panca indra manusia merupakan satu-satunya alat penghubung manusia dengan realitas eksternal yang terkadang menimbulkan banyak kesalahan dalam menangkap objek luar. Dengan demikian, sebagian pemikir tidak menganggap indra lahir dan berusaha membangun struktur pengindraan valid yang rasional.
Persoalan epistemologi sangat dipandang serius sehingga filosof Yunani, Aristoteles, berusaha menyusun kaidah-kaidah logika sebagai aturan dalam berpikir dan berargumentasi secara benar yang hingga sampai sekarang ini masih digunakan. Adanya kaidah itu menjadi penyebab berkembangnya penangkapan akal yang dapat di pertanggung jawabkan.
Indra lahir untuk kedua kalinya yang berakibat menimbulkan adanya keraguan terhadap nilai akal dan indra lahir di Eropa, kemudian setelahnya Renaissance dan kemajuan ilmu empirik, lahir kembali kepercayaan yang kuat terhadap indra sampai berpuncak pada Positivisme. Pada masa tersebut, epistemologi kemudian menjadi suatu disiplin ilmu baru di Eropa yang dipelopori oleh Descartes (1596-1650) dan dikembangkan oleh filosof Leibniz (1646–1716) yang kemudian disempurnakan oleh John Locke di Inggris.
Sebenarnya, epistemologi bukanlah permasalahan pertama yang muncul dalam tradisi pemikiran manusia. Dahulu, aktifitas berfikir manusia, terutama filsafat, dimulai dari wilayah metafisika. Di antara pertanyaan-pertanyaan metafisika yang muncul waktu itu adalah: Apa itu Tuhan? Apa yang dimaksud dunia? Apa itu jiwa? Mereka mendapatkan berbagai jawaban tentang pertanyaan- pertanyaan tersebut, masing-masing saling bertentangan. Berawal dari fakta ini, mereka tidak lagi mengarah pada petanyaan pada dunia luar, tetapi mereka mengarah kepada aktifitas mengetahui itu sendiri. Di sinilah manusia mulai masuk kedalam ranah epistemologi.
Pengertian Epistemologi
Manusia dengan latar belakang yang berbeda, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda akan menimbulkan suatu pertanyaan-pertanyaan seperti, dari manakah saya berasal? Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolak ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana pemerintahan yang benar dan adil? Mengapa keadilan itu baik? Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan manusia terhadap rasa ingin tahunya yang mendalam berusaha mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapi. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “episteme” yang berarti pengetahun, dan “logos” yang berarti ilmu atau teori. Jadi epistemologi berarti teori tentang ilmu pengetahuan atau filsafat ilmu.
Epistemologi, atau filsafat pengetahuan, adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba memecahkan suatu dasar dari pengetahuan, pengandaian-pengandaian, serta pertanggungjawaban atas pernyataan tentang pengetahuan yang dimiliki. Apa yang diketahui oleh seseorang, berarti penting adalah tergantung atas pengalaman pribadi sendiri, ia mengetahui atas apa yang ia lihat , yang didengar, apa yang telah dibaca, dan apa yang telah diberitahukan orang lain kepadanya telah dapat disimpulkan.
Persoalan pokok dalam epistemologi
Aristoteles mengawali metafisisnya dengan pernyataan “Setiap manusia dalam kodratnya ingin tahu”. Ia begitu yakin tentang hal itu sehingga dorongan untuk tahu ini bukan hanya disadari tetapi benar-benar diwujudkan dalam karyanya sendiri.
Tetapi sebelumnya Socrates telah menitikarirnya pada suatu dasar yang agak berbeda, yaitu keyakinan bahwa tak seorang pun manusia mempunyai pengetahuan. Menurut Plato, filsafat mulai dengan rasa kagum, tidak ada seorang pun yang dapat berfilsafat kalau tidak bisa kagum. Rasa kagum disini tidak boleh disamakan dengan rasa keingin tahuan dalam pengertian umum. Filsafat merupakan pembukaan mata terhadap apa yang telah dialami, filsafat terutama merupakan refleksi dan refleksi selalu bersifat kritis.Descartes memulai tahap dimana kekaguman filosofis sendirilah yang dijadikan objek penyelidikannya. Epistemologi adalah sangat diperlukan, sebuah kepastian dimungkinkan oleh suatu keraguan. Terhadap keraguan ini epistemologi merupakan suatu obatnya. Apabila epistemologi berhasil mengusir keraguan ini kita mungkin akan menemukan kepastian yang lebih pantas dianggap sebagai pengetahuan.
Dalam bidang pengetahuan terdapat tiga persoalan pokok yaitu:
- Apakah sumber-sumber pengetahuan itu? Dari manakah pengetahuan yang benar itu datang dan bagaimana kita mengetahui? Ini adalah persoalan tentang ”asal” pengetahuan.
- Apakah watak pengetahuan itu? Apakah ada dunia yang benar-benar diluar fikiran kita? Ini adalah persoalan tentang: apa yang kelihatan segi reality.
- Apakah pengetahuan kita itu benar? Bagaimana kita dapat membedakan yang benar dan yang salah? Ini tentang mengkaji kebenaran.
Namun epistemologi bukan hanya berurusan pernyataan atau pertimbangan, tetapi epistemologi berurusan dengan pertanyaan tentang dasar dari pertimbangan tersebut. Nilai kebenaran pertimbangan harus diputuskan berdasarkan evidensi. Banyak kepercayaan yang dianggap benar ternyata salah. Pada suatu waktu yakin bahwa bumi itu datar, bahwa setan-setan penyebab penyakit dapat dihalau keluar dengan suara yang keras dan bahwa dalam mimpi, jiwa kita benar-benar pergi ketempat dan zaman yang jauh. Ini yang pada suatu saat keprcayaan yang akan dipegang teguh.
Dalam kehidupan ini, manusia melihat masalah, lalu memikirkan masalah itu dan mengamati dengan cermat, kemudian menghubung-hubungkan hasil pengamatannya itu. Demikian misalnya, Izaac Newton, yang pada suatu hari duduk dibelakang rumahnya. Kemudian dia melihat sebuah apel yang jatuh dari pohonnya. Ia heran, mengapa apel itu jatuh dari pohonnya dan tidak melayang-layang diangkasa. Hal ini yang mendorongnya untuk meneliti terus-menerus, hingga ditemukan The Law of Gravitation dengan daya tarik bumi, maka benda yang memiliki bobot akan jatuh ke bumi. Dalam dugaan tentang adanya wahyu Allah yang kemudian dapat dikatakan bahwa ada empat sumber pengetahuan manusia, yaitu :
- a)Empirisme
Pengalaman manusia, dengan ini muncul aliran empirisme yang dipelopori oleh tokoh John Locke. Manusia dilahirkan sebagai kertas putih. Pengalamanlah yang akan memberikan pengetahuan padanya. Dunia empiris merupakan sember pengetahaun utama dalam dunia pendidikan yang terkenal dengan teori ‘Tabula Rasa’ ( teori kertas putih). Empirisme merupakan aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman, observasi, dan penginderaan.
- b)Rasionalisme
Rasionalisme adalah pikiran manusia, hal ini menimbulkan faham rasionalisme, yang mempercayai adanya kebenaran dan berpendrian bahwa manusia mungkin mengerti, alat pengetahuannya berupa akal. Seseorang yang berpegang pada epistemologi rasional menyatakan bahwa kebenaran dapat ditemukan sebelum adanya pengalaman. Akal budi manusia yang melahirkan paham intelektualisme dalam dunia pendidikan.
- c)Intuisionisme
Secara etimologi, istilah intuisi, berarti langsung melihat, secara umum, merupakan suatu metode yang tidak berdasarkan penalaran maupun pengalaman dan pengamatan indra. Intuisi manusia, kalau pengetahuan yang diperoleh secara rasional dan empiris yang merupakan produk dari sesuatu rangkaian nalar, maka intuisi merupakan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran itu. Jawaban dari permasalahan yang sedang dipikirkan muncul dibenak manusia sebagai suatu keyakinann yang benar walaupun manusia tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya untuk sampai kesitu secara rasional.
- d)Wahyu Allah
Wahyu Allah adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Alloh kepada manusi lewat para nabi yang diutusnya. Antara kesemua sumber pengetahaun itu tidak mungkin ada kontradiksi. Karena semuanya bersal dari satu sumber, yaitu Tuhan. Jika terasa ada kontradiksi atau pertentangan itu hanyalah tampilannya saja.
DAFTAR PUSTAKA
Askin Wijaya, Nalar Kritis Epistemologi Islam ( Ponorogo: Komunitas Kajian Proliman, 2012)
Hardono Hadi,Epistemolog Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 1994)
Titus Harold H. dkk, Persoalan-persoalan Filsafat, terj. Rasjidi. M ( Jakarta: Bulan Bintang, 1984
[…] Epistemologi adalah cabang filsafat untuk mengkaji dasar dari pengetahuan manusia/ sebagai tolak ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang dikaji secara jelas, dan merupakan dasar dari semua ilmu dan pengetahuan. Meskipun ilmu logika memiliki kesamaan dengan epistemologi, tetapi ilmu logika merupakan ilmu tentang cara berpikir dan berargumentasi yang benar. Dalam abad sebelumnya, epistemologi bukanlah suatu ilmu yang dikategorikan sebagai disiplin ilmu tertentu. Akan tetapi khususnya di barat, epistemologi diposisikan sebagai salah satu disiplin ilmu. […]